Lika-liku Kita - Paspor, Drama Keluarga, Travel agent, Visa Schengen Agustus 2019







        Sudah setahun yang lalu aku pengen nulis ini tetapi baru kesampean sekarang. Lama banget ya... Gak apa-apalah buat kenangan. Langsung saja, waktu itu awal-awal rencana mau ke luar negeri dan sangat bingung. Hal pertama yaitu tentang pengurusan Pasport yang penuh dengan cerita lucu atau menjengkelkan atau apa ya namanya. tetapi aku menyebutnya pengalaman. Di kantor imigrasi ditanya untuk keperluan apa paspornya. Aku jawab dengan jujur dong. Mau ke Belanda mengahdiri undangan partner. Dan inilah mulainya. Waktu itu jam 07.00 pagi sudah berangkat sesampai di sana langsung antri dan isi formulir fotokopi kesana kemari. Pas wawancara eh, suruh balik lagi nanti kalau sudah ada surat undangan dari partner di Belanda. Aku bilang baik pak akan saya bawakan print out scannya besok. Oh, tidak bisa harus yang asli. Whaaatttt? Aku lirik jam ku menunjukkan pukul 09.00. Ini mah masih dini hari di Belanda. akhirnya kau kirim text ke partner dan berharap dia tidak keberatan dengan ini. Sebagai orang awam aku juga bingung dan tetap positif thinking dengan prosedurnya. Dia balas pesanku di jam 13.00 dan dia juga bertanya-tanya. Kenapa harus aslinya kan urus visa saja kita bisa pakai yang scan dokumen. Tetapi baiklah sebagai langkah awal kita ikuti saja. Dia kirim dokumen tersebut melalui pos. 
        Dua minggu berlalu. Dokumen datang di sore hari sekitar jam 17.00. Keesokan hari aku berangkat ke imigrasi dan langsung menuju ke kantor pegambilan foto. Di sana aku mulai menjelaskan kronologinya. Akhirnya diterima dengan baik dan mulai melanjutkan sesi foto dan lain-lain. Selesai? Belum. Sebelum pulang dan mendapatkan nota pengambilan pasport ada satu syarat lagi yaitu surat ijin dari orang tua yang menerangkan bahwa mereka (orangtua) mengijinkan aku untuk berkunjung ke Belanda menemui partner. Aku sih ngerasa kayak ABG padahal saat itu usia sudah jauh dari 17 tahun. Baiklah demi kebaikan. Aku urus surat tersebut dan dibawa saat jadwal pengambilan paspor sekitar 14 hari berikutnya. Akhirnya pasport di tangan dengan mengumpulkan syarat tambahan tadi. 
        Waktunya mengurus visa. Oiya rencana awal aku harusnya berangkat pada bulan April 2019. Dan aku sudah mulai mengurus di bulan November 2018 dan terealisasi di Januari 2019. Cobaan tak berhenti disitu. Sehari setelah paspor diterima aku mendapat telepon dari rumah. Bapak bilang, "kamu jangan ke Belanda ya. gak usah kesana. Kamu belum bla bla bla..." Duaaarr... Oke, apa lagi ini. Aku dengan santai bilang, "baiklah!" 
        Aku sudah gak bisa nangis lagi. Udah capek dengan beban kehidupan dan ditambah kejadian-kejadian aneh ini. Aku langsung menghubungi partner di Belanda. Kebayang kan, kecewanya dia. As noted ya, dia sudah pernah kerumah di bulan September 2018. So, orangtua sudah kenal. Akhirnya dia memutuskan untuk ke Indonesia buat minta ijin bawa ke Belanda untuk melihat situasi di sana apakah saya nanti suka atau tidak. Kalau di logika ya bener juga. Masak iya aku ujuk-ujuk harus nikah dulu sama orang asing dibawa ke Belanda terus disana gak krasan aku minta pulang, kan tambah ribet.                 Akhirnya April yang seharusnya aku ke sana. April hanya ada waktu 3 minggu. Senin, 8 April 2019 pagi dia sampai di Indonesia. Aku masih di RS memastikan antrian nenek yang habis kemoterapi untuk cek kesehatan. Berat buat ninggalin, tetapi kupikir ada bulek sama paklek. Baiklah aku pamit sama nenek. Beliau duduk di kursi roda. Tanpa jawab hanya mengangguk dan terlihat seperti mau berkata jangan lama-lama. Aku berangkat ke bandara untuk menjemputnya. Akhirnya aku melihat sosoknya di kerumunan orang yang membuatnya terlihat mencolok karena tingginya di atas rata-rata orang Indonesia. 
        Masih canggung. Kita ngobrol dan lanjut drop barang di tempatnya dan cari makan. Tidak ada obrolan yang terlalu serius dan kita hanya bicara seperlunya karena masih sama-sama lelah. Di hari Selasa, 9 April 2019 pagi-apagi aku di jemput teman untuk pergi ke Batu dalam rangka keperluan yang mendadak. Aku ijin kerja dan ijin ke dia bahwa aku harus pergi sebentar sampai siang hari. Baru sampai di tempat tujuan aku membuka pesat WA group keluarga. Nenek dipanggil yang Maha Kuasa. Aku cuma bisa diam. Dan akhirnya aku pulang. Partnerku sudah kuberikan kabar bahwa aku tidak bisa menemuinya hari ini. Aku langsung menuju ke rumah nenek. Sayang sekali di akhir hayatnya aku tidak bisa melihat wajahnya. Hanya salam terakhir kemarin di kursi roda rumah sakit adalah saat terakhir aku melihat wajahnya. Seolah berkata antara pergilah lanjutkan hidupmu atau disinilah aku besok sudah tak bisa menemuimu. Ternyata itu jawabannya. Aku mencoba menghibur diriku dengan tetap berpikir positif. 
        Satu minggu lamanya aku tidak bisa menemui secara intents partnerku yang bela-belain ke Indonesia lagi. Namun di akhir pekan akhirnya aku bisa menemuinya dan mengajaknya ke rumah ketemu orangtua lagi.
        "Bagaimana kalau kalian menikah?" kata Bapak.
        "Apa?" aku bingung menyampaikannya ke partner karena aku juga belum siap juga.
        "Kamu baru boleh kesana (Belanda) kalau sudah menikah." 
        "Waduh, aku yang konyol gaesss." 
        Akhirnya aku menjelaskan panjang lebar pada orangtua kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Aku juga menjelaskan tentang apa yang diminta orangtuaku dan dia juga merasa keberatan jika harus menikah dulu baru mengajak saya ke Belanda karena pertimbangan tadi. Akhirya aku mencoba tawar menawar adakah hal yang lebih ringan untuk itu. 
        "Yasudah, kamu lamar anak saya!"
        Dengan gemetar aku menyampaikan pada partner, "kamu siap melamarku di waktu yang mepet ini?"
        Dengan mantap dia menjawab, "Siap! Jika memang itu bisa membuatmu bisa mengunjungi keluargaku di Belanda."
        Ajaib, di waktu yang hanya seminggu aku ahrus sambil kerja kita menyiapkan lamaran. Menyiapkan segala sesuatu dan masih banyak drama lainnya yang tidak bisa aku ceritakan di sini. 
        Minggu, 21 April 2019. Kita lamaran dengan aku yang benar-benar tidak siap apa-apa. Bajupun aku tak punya yang pantas untuk acara yang harusnya istimewa karena aku harus tetap bekerja dan mengurus segala keperluan lainnya yang harus dijalankan dan cukup memakan waktu. 
        Jam 2 siang acara selesai. Aku langsung tancap gas dengan meminta antar adik untuk persiapan pergi liburan dengan partner. Karena sejak awal keberadaannya di indonesia di minggu terakhir ini aku baru bisa memberikan waktu. Itupun aku sambil kerja remote dan mengerjakan sambil keliling tempat wisata di Batu. Jika diingat ya lucu ya nelangsa. Semua terlewati. 
        Saatnya dia kembali ke Belanda dan waktuku ke Belanda. Kami berencana di bulan Agustus 2019. Di bulan Mei aku sudah mengajukan visa ke salah satu travel agent cukup ternama. 
        "Mbak, aku mau urus visa ke Belanda. Syaratnya apa saja?" 
        "Sebentar saya angkat telepon dulu." Dia mulai bercanda melalui telepon dan haha hihi tanpa peduli. Aku sih santai dan gak bakal emosi. Buang tenaga soalnya. Tenagaku udah habis buat mikirin ini itu. 
        "Maaf mbak lama teleponnya. Aku itu sebenarnya bosan kerja gini. Aku mau resign." Tiba-tiba si mbaknya curhat. Aku cuma nyengir saja bingung mau komen apa. Dia mulai menjelaskan dan bla bla bla singkat. Biaya segini. Translate dokumen sendiri.
        "Cuma gitu aja mbak??? Apa gak ada dokumen lainnya gitu. Atau apa gitu?" aku tetap ngeyel gak percaya.
        "Ndak kok. Biasanya cuma gitu diterima." 
         Baiklah, aku sanggup. Keesokan harinya dokumen sudah aku kumpulkan, Paspor, Akta kelahiran, ID (KTP), Foto paspor. Dan dokumen kutranslate sendiri atas saran mbaknya. Untuk tambahan asuransi dll diurus olehnya. 
        Perasaanku gak enak. Semudah itu kesana dan pertama kali. Aku pasrah. Aku tunggu sampai dua minggu. Benar saja. VISA DITOLAK. 
        Aku cuma bisa ketawa. Baiklah. Aku ingat saat aku wawancara untuk visa aku ketemu orang dan mereka bertanya dimana aku mengurus visa. Terus aku tanya kembali, dan samar-samar aku ingat namanya. TX Travel aku mencoba mengingat dan mencarinya bermodal ingatan daerah kantornya di Malang. Baiklah aku memacu motor kesayangan si Selamet dan berkeliling kota malang mencari bermodal searching alamat di google. Yes akhirnya ketemu. Dan sangat jauh berbeda dengan mengurus visa di tempat yang pertama. Sangat detail dan dengan sabar mereka memberikan arahan untuk melengkapi semua persyaratan. Aku optimis kali ini akan berhasil. Dengan harga yang sama dengan yang awal di sini saya mendapatkan yang lebih lengkap dan transparan.
        VISA DITERIMA. Aku ambruk pengen nangis dan teriak. Setelah sekian lama berjuang. Perjuangan tidak sendiri memang. Dengan bantuan partner pastinya, teman, dan semuanya. 

Aku berangkat dengan modal nekat. Pertama kali ke luar negeri. Eropa dan aku optimis. Demi kita. Cerita selanjutnya yang menjadikan titik balik aku mencintai dan mengerti arti luas hidup. Aku masih terus belajar dari sini. Aku masih berusaha. 

Melanjutkan cerita selanjutnya dengan rintangan yang berbeda....
Nedherland-Summer holiday, August 2019
  
        

    

Comments

Popular posts from this blog

Introduction